Lebanon menemukan dirinya berada di dua zona waktu di tengah perselisihan yang meningkat antara otoritas politik dan agama menyusul keputusan untuk memperpanjang waktu musim dingin sebulan, lapor Al Jazeera.
Penjabat Perdana Menteri Najib Mikati memutuskan pada hari Kamis untuk menunda transisi ke waktu musim panas hingga 20 April.
Pada hari Sabtu, Gereja Katolik Maronit yang berpengaruh mengatakan akan mengabaikan keputusan tersebut dan menyetel waktunya satu jam lebih awal.
Keputusan Mikati dipuji sebagai kemenangan bagi umat Islam, yang memungkinkan mereka yang berpuasa selama Ramadhan untuk berbuka puasa pada pukul 6 sore, bukan pukul 7 malam.
Gereja Maronit menyatakan bahwa keputusan diambil tanpa konsultasi dengan entitas lain, standar internasional diabaikan.
Organisasi, partai, dan sekolah Kristen lainnya telah mengumumkan bahwa mereka akan mengikuti Gereja.
Pada saat yang sama, menurut surat kabar tersebut, lembaga dan partai Muslim tampaknya berniat mengikuti keputusan Mikati, yang akan memperdalam perpecahan agama di negara tersebut.
Sumber :